
Prosedur Beracara
GUGATAN SEDERHANA
Panduan ringkas mengenai tata cara, syarat, dan tahapan penyelesaian gugatan sederhana
Pengertian
Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana diterbitkan bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini juga salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung dan sebagai perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, serta diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris.
Jenis Perkara
Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara:
1. Cidera janji dan/atau
2. Perbuatan melawan hukum
dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta.
Perkara yang tidak termasuk
1. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau
2. Sengketa hak atas tanah.
Syarat Gugatan Sederhana
Syarat gugatan sederhana berdasarkan Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
1. Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.
2. Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
3. Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.
a. Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat.
4. Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kuasa insidentil, atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.
Perkara Gugatan Sederhana tidak wajib diwakili kuasa hukum atau advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa, namun para pihak (penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke persidangan. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini tidak melarang menggunakan jasa advokat sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (4) “dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Hal ini didasari pertimbangan bahwa nilai gugatan dikhawatirkan tidak sebanding dengan biaya kuasa hukum itu sendiri.
Tahapan Penyelesaian Gugatan Sederhana
Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:
1. Pendaftaran;
2. Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
3. Penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
4. Pemeriksaan pendahuluan;
5. Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
6. Pemeriksaan sidang dan upaya perdamaian;
7. Pembuktian; dan
8. Putusan.
Tata Cara Pengajuan Perkara Tingkat Pertama
"PERKARA CERAI TALAK"
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Pemohon (Suami) atau Kuasanya adalah sebagai berikut :
1. Mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah;
a. Pemohon dianjurkan untuk berkonsultasi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah tentang cara membuat surat permohonan;
b. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon (Istri) telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
2. Pemohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah:
a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon;
b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon;
c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon;
d. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
3. Permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan;
5. Membayar biaya perkara, bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo);
"PERKARA CERAI GUGAT"
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Penggugat (Istri) atau Kuasanya adalah sebagai berikut :
1. Mengajukan gugatan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah;
a. Penggugat dianjurkan untuk berkonsultasi kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah tentang cara membuat surat gugatan;
b. Surat gugatan dapat diubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat (Suami) telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat;
2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah :
a. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
b. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
c. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon;
d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
3. Gugatan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
4. Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap;
5. Membayar biaya perkara, bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo);
Perkara Gugatan Lainnya
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Penggugat adalah sebagai berikut :
1. Mengajukan gugatan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah;
2. Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah :
a. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;
b. Bila tempat kediaman tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat;
c. Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang dipilih oleh Penggugat;
d. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
3. Membayar biaya perkara, bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo);
Tata Cara Pengajuan Perkara Tingkat Banding
1. Bagi pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan Pengadilan Agama dapat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Agama melalui Panitera Pengadilan Agama yang memutuskan perkara;
2. Batas waktu pengajuan banding tersebut adalah 14 (empat belas) hari setelah putusan Pengadilan Agama diumumkan atau diberitahukan secara sah pada pihak yang tidak hadir ketika putusan itu diucapkan;
3. Terhadap permohonan banding yang diajukan melewati waktu 14 (empat belas) hari Panitera wajib pula menerima dan mencatatnya dan tidak diperkenankan kepadanya untuk menolak permohonan banding itu dengan alasan waktu banding itu telah lewat;
4. Sebelum permohonan banding dicatat, pemohon banding harus sudah melunasi panjar biaya banding yang dibuktikannya dengan SKUM yang dibuat oleh kasir. Tidak diperkenankan pembayaran banding ini dengan sistem cicilan;
5. Terhadap permohonan banding yang miskin (prodeo) Pengadilan Agama terlebih dahulu memeriksa kemiskinan orang tersebut dan selanjutnya berita acara pemeriksaan perkara prodeo dan berkas bendel A dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama untuk diperiksa dan diputus tentang prodeonya. Jika pada hari dan tanggal yang ditentukan, Pemohon banding secara prodeo tidak datang menghadap di persidangan Pengadilan Agama, maka Hakim Pengadilan Agama tetap melakukan sidang pemeriksaan prodeo, kemudian berita acara persidangan tersebut bersama bendel A dan salinan putusan Pengadilan Agama serta surat keterangan miskin dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama. Selanjutnya Pengadilan Tinggi Agama membuat penetapan tentang gugurnya beracara tingkat banding secara prodeo;
6. Selanjutnya apabila Pengadilan Tinggi Agama telah selesai memeriksanya, membuat penetapan yang mengabulkan atau menolak prodeonya. Sekiranya prodeo ditolak maka pemohon banding diwajibkan membayar ongkos perkara, sebaliknya apabila dikabulkan maka diproses secara prodeo;
7. Permohonan banding yang telah memenuhi syarat administrasi harus pula dibuatkan akta permohonan banding; dalam hal permohonan banding sudah melewati batas waktu yang ditentukan oleh undang-undang, Panitera harus membuat surat keterangan;
8. Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima, kepada pihak lawan harus diberitahukan adanya permohonan banding itu yang dinyatakan dengan akta permohonan banding. Dalam hal diterima memori banding / kontra memori banding harus dicatat tanggal penerimaannya dan selanjutnya salinan / kopinya disampaikan kepada pihak lawannya yang dinyatakan dengan akta pemberitahuan memori/ kontra memori banding;
9. Sebelum berkas banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama, kepada kedua belah pihak diberikan kesempatan untuk membaca / mempelajari / memeriksa (inzage) berkas perkara dan kejadian itu dituangkan pula dalam akta membaca / mempelajari / memeriksa berkas perkara;
10. Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan banding diterima, berkas perkara bandingnya harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama;
11. Biaya pemeriksaan perkara banding Pengadilan Tinggi Agama harus disampaikan melalui Bank Pemerintah atau Giro Pos bersamaan dengan pengiriman berkas perkara banding yang dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama dijilid / disusun dengan bendel A dan bendel B;
12. Setelah berkas perkara banding didaftar dan diberi nomor perkara oleh pemegang kas pada hari itu juga berkas tersebut diteruskan pada Meja II (dua);
13. Bagi perkara banding yang diajukan cuma-cuma atau prodeo maka berkas perkara tersebut langsung diteruskan pada Meja II (dua) tanpa melalui pemegang kas dan tidak diberi nomor perkara dulu kecuali apabila sudah ada penetapan Majelis / Hakim Pengadilan Tinggi Agama bahwa perkara tersebut dapat dikabulkan untuk beracara dengan cuma-cuma (prodeo);
14. Setelah berkas perkara tersebut lengkap dan diregister, selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudahnya, Wakil Panitera melalui Panitera menyampaikan berkas perkara banding tersebut kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama untuk ditetapkan Majelis / Hakim serta Panitera Pengganti yang akan menyidangkan penyelesaian perkara banding;
15. Setelah perkara diputus maka salinan putusan dan bendel A dikirim kembali ke Pengadilan Agama yang mengajukan permohonan banding, untuk diberitahukan kepada para pihak;
Tata Cara Pengajuan Perkara Tingkat Kasasi
1. Mengajukan permohonan kasasi secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah penetapan/putusan Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syar'iyah Provinsi diberitahukan kepada Pemohon (Pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004);
2. Membayar biaya kasasi (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004);
3. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi terdaftar;
4. Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonannya didaftar (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004);
5. Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004);
6. Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004);
7. Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi (Pasal 48 UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004);

































