Sejarah Pengadilan
SEJARAH PENGADILAN AGAMA BATAM
I. Selayang Pandang Kota Batam
Batam adalah salah satu Kota yang masuk ke dalam administrasi Provinsi Kepulauan Riau. Batam dikukuhkan menjadi sebuah Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1983. Wilayah Kota Batam terdiri dari Pulau Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau kecil lainnya di kawasan Selat Singapura dan Selat Malaka. Sebagaimana ditulis laman JDIH Kota Batam, kota ini memiliki luas wilayah keseluruhan mencapai 1.575 Km2. Wilayah tersebut terdiri dari 12 Kecamatan dan 64 Kelurahan. Kota ini berlokasi strategis karena berbatasan dengan dua negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia. Kondisi ini menjadikannya sebagai pusat perdagangan dan pelayaran internasional.
Pulau Batam dahulunya bernama Pulau Batang. Menurut catatan sejarah, peradaban di Kota Batam sudah dimulai sejak 231 Masehi. Diperkirakan pada saat itu Pulau Batam dihuni oleh penduduk ras Melayu. Pada abad ke 18 masa penjajahan Belanda dan Inggris, kedua pihak asing tersebut bersaing untuk menguasai perdagangan di perairan Selat Malaka. Bandar Singapura yang maju dengan pesat kala itu, menyebabkan Belanda berusaha dengan berbagai cara menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lainnya di lokasi itu. Hal ini mengakibatkan banyak pedagang yang secara sembunyi-sembunyi menyusup ke Singapura. Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura, amat bermanfaat bagi pedagang-pedagang untuk berlindung dari gangguan patroli Belanda. Pasca-kemerdekaan, tepatnya pada dekade 1970an, Batam ditetapkan sebagai lingkungan kerja daerah industri dengan didukung oleh Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam (BOB) sebagai penggerak pembangunan Batam. Dasar hukum keputusan tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973. Hingga pada 1983, Batam yang pada saat itu berstatus sebagai salah satu Kecamatan di Kepulauan Riau, diresmikan menjadi sebuah Kotamadya.
II. Letak Geografis
Kota Batam berbatasan langsung dengan sejumlah wilayah di sekitarnya. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Singapura dan Singapura. Kemudian, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lingga. Selanjutnya sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karimun dan sebelah timur berbatasan dengan Pulau Bintan dan Tanjungpinang. Sebagai wilayah kepulauan, tiga pulau utama di Kota ini yaitu Pulau Batam, Galang, dan Rempang saling terhubung oleh Jembatan Barelang. Kota Batam beriklim tropis dengan suhu rata-rata 26 sampai 34 derajat celsius. Kota ini memiliki dataran yang berbukit dan berlembah. Jenis tanahnya berupa tanah merah yang kurang subur. Cuaca di kota ini juga cenderung sering berubah sehingga jika dijadikan lahan pertanian, maka tanaman yang dapat tumbuh adalah tanaman yang tidak mengikuti musim.
III. Demografi Kota Batam
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 jumlah populasi Kota Batam mencapai 1.193.088 jiwa. Penduduk Kota Batam mayoritas merupakan pemeluk agama Islam dengan persentase lebih dari 71%. Selebihnya adalah pemeluk agama lain seperti Kristen Protestan, Kristen Katolik, Buddha, Konghucu, dan Hindu. Kota ini termasuk kota multikultural, penduduknya berasal dari beragam suku. Suku asli Melayu adalah suku yang paling banyak mendiami Kota ini, disusul Jawa, Batak, Minangkabau, Tionghoa, Bugis, Madura, dan lain-lain. Penduduk Kota Batam sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa penghantar resmi. Namun demikian, bahasa daerah seperti bahasa Melayu, Minangkabau, Batak, Jawa, san dialek Tionghoa juga kerap dituturkan di Kota ini. Perekonomian utama Kota Batam bergerak di sektor perdagangan, pariwisata, industri, dan transportasi.
IV. Sejarah Singkat Peradilan Agama di Indonesia
a. Masa Sebelum Penjajahan
Sejarah pembentukan Pengadilan Agama di seluruh Indonesia pada masa penjajahan (Portugis, Belanda dan Jepang) harus dikaji berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Indonesia pada abad X. Penyebaran agama Islam ke Indonesia melalui saudagar Arab dan Gujarat yang pada saat itu membuat kelompok masyarakat yang akhirnya berkembang menjadi Kerajaan Islam. Meskipun sudah ada hukum Islam, akan tetapi secara kelembagaan belum dikenal dengan istilah Pengadilan Agama. Lambat laun proses hukum Islam mempengaruhi adat kebiasaan setempat yang pada akhirnya hukum Islam sebagai Hukum Adat yang sulit dan kompleks untuk dikaji. Untuk menemukan istilah atau nama Pengadilan Agama di Indonesia pada masa Pra-Penjajahan.
b. Masa Penjajahan Belanda
Dengan adanya hak pelimpahan hak Octroi dari Pemerintah Belanda kepada VOC (Verenidge Ooeste Copagnie) untuk berdagang sendiri di Indonesia. Dalam pasal 35 Octroi, VOC mendapat kekuasaan Officieren Van Justitie (Pegawai Penuntut Keadilan) pada waktu pengangkatan dari Gooverneor General (Wali Negeri) serta Raad Van Indie (Dewan Hindia) tanggal 17 Nopember 1609 diberi perintah kepada Pemerintahan Tinggi Belanda (Hooge Regring Van Indie) supaya badan ini menjadi hakim dalam hal lembaga Perdata/Pidana. Pada masa pemerintahan G.G. Daendels (1808 – 1811) masyarakat beranggapan bahwa hukum asli terdiri dari hukum Islam yang memutuskan perkara perkawinan dan kewarisan.
Dalam Instruksi Bupati-Bupati (Regentan Instructie) pasal 13 disebutkan bahwa perselisihan mengenai pembagian waris dikalangan rakyat Indonesia harus diserahkan kepada Alim Ulama. Pada tahun 1930 pemerintah Belanda mengatkan Pengadilan Agama dengan dibawah pengawasan Landraad. Dalam Stbl. 1835 No.58 dinyatakan : “Wewenang Pengadilan Agama di Jawa dan Madura apabila terjadi persengketaan perkawinan, harta benda perkawinan, maka yang menjatuhkan putusan betul-betul Ahli Hukum Islam (Priesters)/Penghulu dari Pejabat Agama.
Pada tanggal 19 Januari 1882, Raja Belanda mengeluarkan Putusan No.152 tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura yang berisi antara lain ; “Dimana ada Pengadilan Negeri, diadakan Pengadilan Agama" (daerah hukum yang sama) dan Pengadilan Agama terdiri atas Penghulu yang diperbantukan pada Pengadilan Negeri.
Pada tahun 1937 keluar Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 9 Tahun 1937 merubah kekuasaan Pengadilan Agama yang berbunyi : “Pengadilan Agama hanya berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perselisihan hukum antara suami isteri yang beragama Islam.
c. Masa Penjajahan Jepang.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 Tentara Jepang (Osamu Saeire) tanggal 7 Maret 1942, bahwa : “Semua Undang-Undang Peraturan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan Pemerintahan Jepang”.
Sebagai langkah lanjutnya pemerintah Jepang membentuk KUA di Pusat (Maret 1943) dengan nama Shumbu dimana Penghulu mempunyai jabatan sebagai : Imam Masjid, Kepala Kantor Urusan Agama, Wali Hakim, Penasehat Urusan Agama, Penasehat Pengadilan Negeri, dan Hakim Agama.
Pada masa pemerintahan Jepang tidak mengalami perubahan yang berarti dalam segi kewenangan, hanya dari namanya saja Pengadilan Agama menjadi Soor Yoo Hoo Ien.
d. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
Melalui penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1946 urusan Mahkamah Islam Tinggi dan Pengadilan Agama yang semula di bawah Departemen Kehakiman diserahkan kepada Departemen Agama, kemudian lebih jauh lagi dengan adanya Maklumat Menteri Agama yang kedua tanggal 23 April 1946 ditentukan aturan-aturan sebagai berikut:
1. Kekuasaan jawatan agama daerah menjadi wewenang Departemen Agama;
2. Hak untuk mengangkat Penghulu Pengadilan Negeri, Penghulu dan Anggota Pengadilan yang dulu ditangan Residen diserahkan kepada Departemen Agama;
3. Hak untuk mengangkat Penghulu Masjid diserahkan kepada Departemen Agama.
Pada tahun 1952 Biro Peradilan Agama dibentuk menjadi Dirbinbapera Islam dengan tujuan agar Peradilan Agama Islam di luar Jawa, Madura dan Kalimantan segera dibentuk. Kemudian disusul pada tahun 1957 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 1957 tentang Pembentukan Peradilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk luar Jawa, Madura, dan Kalimantan Selatan.
Peraturan Pemerintah tersebut merupakan landasan hukum bagi pembentukan Peradilan Agama di Indonesia yang secara yuridis berlaku sejak tanggal 5 Oktober 1957. Sebagai landasan yuridis formal dan materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 memberi andil cukup besar untuk terbentuknya Peradilan Agama di Indonesia sebagai tercantum dalam pasal 63 ayat (1).
e. Masa Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, wewenang Pengadilan Agama di bidang Perkawinan, maka keberadaan Pengadilan Agama semakin kuat, akan tetapi menurut Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20 Agustus 1975 menyatakan bahwa peraturan-peraturan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dalam hal ini pencatatan perkawinan, tata cara perkawinan, pembatalan perkawinan, waktu tunggu dan izin poligami telah dapat pengaturan dan diberlakukannya secara efektif. Mengenai yang lainnya meskipun sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 harta benda dalam perkawinan, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua serta walinya ternyata tidak diatur dalam Undang-Undang tersebut.
Dalam memutus perkara bagi Hakim Pengadilan Agama hanya sekedar memberi jasa-jasa sebagai seorang tenaga tata usaha negara dan lebih jauhnya lagi setiap putusan Pengadilan Agama tidak dapat dijalankan sendiri harus mendapat pengukuhan dari Pengadilan Umum (pasal 65 ayat 2 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974).
Pada pokoknya secara khusus tentang Pengadilan Agama sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 antara lain :
1. Hakim masih diangkat oleh Menteri Agama;
2. Putusan Pengadilan Agama harus dikukuhkan;
3. Produk perceraian yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach) harus ditukarkan ke Kantor Urusan Agama Kecamatan.
4. Pengadilan Agama belum mempunyai lembaga Kejurusitaan.
f. Masa Berlakunya Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989.
Dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, secara teknis peradilan dilaksanakan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia, sedangkan secara teknik pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan Agama dilakukan oleh Menteri Agama.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, keberadaan Pengadilan Agama sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman bagi masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu.
"Namun setelah berlakunya Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman, Peradilan Agama menjadi satu atap, dalam arti baik secara teknik maupun pembinaan organisasi berada di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia”.
Melalui Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, Pada 20 Maret 2006 Undang-Undang Nomor : 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama mengalami perubahan (Perubahan I) dan pada 29 Oktober 2009 melalui Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 merupakan Perubahan yang kedua.
V. Sejarah Singkat Lahirnya Pengadilan Agama Batam
Pengadilan Agama Batam dibentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Pembentukan Pengadilan Agama di Stabat dan di Batam. Pengadilan Agama Batam termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru.
Keputusan Presiden tersebut terbit dengan mempertimbangkan pemerataan kesempatan memperoleh keadilan dan peningkatan pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya penyelesaian perkara dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan, karena sebelumnya, wilayah kotamadya administratif Batam berada di daerah hukum Pengadilan Agama Tanjung Pinang.
Seiring dengan berjalannya waktu, Pengadilan Agama Batam tidak lagi termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi Pekanbaru sejak tanggal 5 Desember 2022 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Bali, Pengadilan Tinggi Agama Papua Barat, Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Barat dan Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Utara.
a. Yurisdiksi Pengadilan Agama Batam
· Kecamatan Sekupang : 7 Kelurahan + Pulau Seraya
· Kecamatan Lubuk Baja : 5 Kelurahan
· Kecamatan Batu Aji : 4 Kelurahan
· Kecamatan Sagulung : 6 Kelurahan + Tanjung Gundap
· Kecamatan Batam Kota : 6 Kelurahan
· Kecamatan Bengkong : 4 Kelurahan
· Kecamatan Batu Ampar : 4 Kelurahan
· Kecamatan Sungai Beduk : 4 Kelurahan
· Kecamatan Nongsa : 4 Kelurahan
· Kecamatan Belakang Padang : 6 Kelurahan + Pulau Lengkang
· Kecamatan Bulang : 6 Kelurahan
· Kecamatan Galang : 10 Kelurahan
b. Pimpinan Pengadilan Agama Batam
Sejak diresmikan pada tahun 1992 Pengadilan Agama Batam telah mengalami pergantian pimpinan/ketua sebagai berikut:
1. Drs. Kuswandi (1992-1998)
2. Drs. H. Masrum, M.H. (1999-2007)
3. Drs. H. M. Nasir, S.H., M.H. (2007-2010)
4. Drs. H. Dasril, S.H., M.H. (2011-2012)
5. Drs. H. Nuheri, S.H., M.H. (2012-2015)
6. Drs. H. Basuni, S.H., M.H. (2015-2019)
7. Drs. Mazharuddin, M.H. (2019-2020)
8. Drs. H. Jasri, S.H., M.H.I. (Maret-Agustus 2020)
9. Drs. Syarkasyi, M.H. (2021-Agustus 2022)
10. Drs. Ahmad Sayuti, M.H. (September – 1 Desember 2022)
c. Statistik Penerimaan Perkara
NO |
TAHUN |
JUMLAH (PERKARA) |
1 |
1993 |
106 |
2 |
1994 |
141 |
3 |
1995 |
206 |
4 |
1996 |
230 |
5 |
1997 |
242 |
6 |
1998 |
310 |
7 |
1999 |
322 |
8 |
2000 |
376 |
9 |
2001 |
434 |
10 |
2002 |
472 |
11 |
2003 |
489 |
12 |
2004 |
559 |
13 |
2005 |
679 |
14 |
2006 |
660 |
15 |
2007 |
865 |
16 |
2008 |
1034 |
17 |
2009 |
1322 |
18 |
2010 |
1486 |
19 |
2011 |
1739 |
20 |
2012 |
1737 |
21 |
2013 |
1881 |
22 |
2014 |
1944 |
23 |
2015 |
1881 |
24 |
2016 |
1954 |
25 |
2017 |
1896 |
26 |
2018 |
2135 |
27 |
2019 |
2216 |
28 |
2020 |
2213 |
29 |
2021 |
2126 |
30 |
2022 |
2250 |
d. Peningkatan Kelas Pengadilan
Pengadilan Agama Batam Kelas II yang dibentuk pada tahun 1992 kini telah mengalami peningkatan kelas sebagai berikut:
1. Peningkatan Kelas Pengadilan dari Kelas II menjadi Kelas IB sesuai dengan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 039/SEK/SK/II/2008 tanggal 17 September 2008;
2. Peningkatan Kelas Pengadilan dari Kelas IB menjadi Kelas IA sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 37/KMA/SK/II/2017 tanggal 9 Februari 2017.
e. Penghargaan
1. Satuan Kerja berpredikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) tahun 2019 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
2. Sertifikat Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) Tahun 2022 dari Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia
f. Tanah dan Gedung Pengadilan Agama Batam
Pengadilan Agama Batam beralamat di Jalan R.E. Martadinata No. 5 Kelurahan Sungai Harapan Kecamatan Sekupang Kota Batam